Apa sebenarnya yang membedakan sistem penggajian karyawan di setiap Perusahaan
Setiap perusahaan memang memiliki kebijakan sendiri dalam sistem penggajian karyawannya. Di Indonesia penggajian karyawan diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan. Secara umum, sistem penggajian karyawan mengacu pada Golongan, Jabatan, Pendidikan, Kompetensi Keahlian Atau Skill, dan Masa Kerja. Gaji diberikan untuk mencerminkan nilai tugas dan beban kerja seseorang. Semakin pekerja mampu meningkatkan produktivitas pekerjaanya, besaran gaji semakin berpotensi untuk naik.
Sistem penggajian karyawaan sebenarnya dapat dilihat dari sistem ekonomi negara. Ada banyak alasan yang melatarbelakangi sebuah perusahaan melakukan sistem penggajian berbeda, di antaranya ialah sektor usaha, struktur organisasi, kemampuan dan kesehatan finansial, dan sistem UMR yang diberlakukan. Ada banyak hal yang menjadi pertimbangan sebuah perusahaan dalam mengatur sistem penggajian termasuk salah satunya adalah perbandingan bobot pekerjaan antar jabatan yang ada.
Di sisi lain perbedaan penggajian karyawan dalam sebuah perusahaan, Indonesia telah mengatur penggajian karyawan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.1 Tahun 2017. Dalam peraturan ini sistem penggajian karyawan diatur dalam pasal 2 ayat 1 dengan bunyi : ‘struktur dan skala upah wajib disusun oleh pengusaha dengan memperhatikan : 1) Golongan, 2) Jabatan, 3) Masa Kerja, 4) pendidikan, dan 5) Kompetensi.
Peraturan ini dibuat untuk pengalokasian sumber daya manusia atau karyawan secara efektif dan efesien. Adanya sistem penggajian digunakan untuk menarik dan menggerakkan para karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang bisa dia kerjakan dengan balas jasa yang adil layak untuk mereka. Ada beberapa poin penting yang dapat dikutip dalam peraturan ini sebagai acuan penggajian karyawaan sebuah perusahaan.
Baca juga : Urus Gaji Mudah dengan Aplikasi Penggajian
Upah wajib diberikan sesuai perjanjian kerja
Pasal 17 ayat 1 menjelaskan bahwa pengusaha berhak meminta pertanggung jawaban pekerjanya atas pekerjaan dan tugasnya bahkan juga diperbolehkan untuk memerintah pekerja untuk menyelesaikan tugasnya. Namun dari sisi pengusaha juga wajib membayar upah dari pekerjanya sekalipun pekerja tidak bekerja dengan alasan khusus seperti yang dicantumkan dalam UU ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 pasal 93 : 1) pekerja sedang sakit, 2) Mengalami sakit saat haid pada hari pertama dan kedua untuk pekerja perempuan, 3) Menggelar pernikahan, 4) Menggelar pernikahan anak, 5) Melahirakan atau keguguran, dan 6) sedang menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya.
Rincian bukti pembayaran upah
Seorang pengusaha atau pemilik perusahaan dalam memberikan gaji karyawannya juga memiliki tanggung jawab menyerahkan rincian gaji tersebut. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 pasal 17 ayat 2 mengenai gaji, slip gaji harus menjelaskan secara rinci gaji pokok, tunjangan tetapn, potongan pajak sesuai dengan PPh21, uang lembur, dan uang makan sesuai dengan kehadiran. Pekerja juga berhak mengecek kembali gajinya setelah diserahkan dan diperbolehkan meminta kejelasan dari pengusaha jikat terdapat perbedaan dengan perjanjian kerja yang telah disepakati sebelumnya.
Menerima Gaji tepat waktu
Pada pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 dijelaskan bahwa pengusaha harus memastikan pekerjanya menerima gaji tepat waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembayaran gaji dapat dilakukan pada kurun waktu seperti harian, mingguan, atau bulanan sesuai dengan ketentuan kedua belah pihak. Pasal 55 pada peraturan ini juga menerangkan, jika terjadi keterlambatan penyerah gaji lebih dari tiga hari maka, pengusaha bisa dikenakan. Pengusaha harus bisa mengantisipasi dengan segera jika tanggal pembayaran gaji pekerjanya jatuh pada hari libur agar tidak ada keterlambatan.
Baca juga : 5 Alasan Memakai Aplikasi Payroll Untuk Penggajian Karyawan
Gaji diberikan dalam bentuk Rupiah
Pasal 21 menjelaskan gaji tidak boleh dibayarkan dalam bentuk barang atau natura. Gaji diberikan sesuai dengan mata uang Indonesia yaitu rupiah. Mengingat pada UU Ketenagakerjaan pasal 88 juga dijelaskan, uang diberikan sebagai gaji sebagai alat tukar yang sah untuk memenuhi penghidupan manusia.
Gaji dibayarkan melalui bank dengan ketentuan harus bisa dicairkan pada waktunya
Proses penyerahan gaji dalam dilakukan dalam dua cara yaitu secara langsung atau melalui bank. Sesuai dengan tanggal penerimaan gaji hasil kesepakatan kedua belah pihak saat menandatangi kontrak, pengusaha harus memastikan gaji pekerja dapat dicairkan tepat pada waktunya. Biasanya pengusaha mengantisipasi proses transfer antar bank dengan menyetorkan gaji 3 hari sebelum tanggal gajihan.
Lalu bagaimana cara menghitung gaji karyawaan sesuai dengan omset menurut depnaker?
Perhitungan gaji karyawan suatu perusahaan adalah presentase hasil dari omset atau pendapatan kotor perusahaan tersebut. Perbedaan penghitungan gaji akan sangat terlihat pada tingkat kemampuan finansial perusahaan.
Pada perusahaan kecil seperti usaha miko kecil dan menengah atau disebut juga UMKM, beban usaha hanya akan mampu membayaran besaran gaji karyawannya. Untuk perusahaan menengah hingga besar, beban usaha mereka tidak hanya seputar gaji pokok karyawan melainkan juga beragam bonus, biaya rekrutmen dan program retensi karyawannya.
Sederhananya menghitung gaji karyawan disesuaikan terhadap omset dan kebutuhan usaha perusahaan. Presentase idealnya, perusahaan dapat menghitung gaji karyawan dari 15% hingga 20% dari omset yang didapat.
Sebagai contoh jika suatu perusahaan menggunakan presentase 15% dan menerima pendapatan kotor sebesar Rp.100.000.000 per bulan, makan mereka harus mengeluarkan beban tenaga kerja sebanyak Rp.15.000.000 setiap bulannya.
Dari biaya beban tenaga kerja inilah nanti perusahaan akan menyalurkan gaji karyawaannya. Dalam PP No.36 Tahun 2021 tentang pengupahan, pemerintah mengatur batas gaji karyawaan pada berbagai jenis perusahaan.
Dalam hal ini, perusahaan menengah yang besar wajib mengikuti aturan standar (UMP) atau (UMK) dalam memberikan gaji pada karyawannya.
Sementara untuk usaha yang masih bergerak dalam skala kecil seperti UMKM diringankan dengan memberikan gaji sesuai dengan kemampuan usaha mereka. Hal ini diberlakukan karena UMKM hanya mendapat omset sekitar Rp. 76 juta hingga 1 miliar pertahunnya. Nah, itulah tadi seputar perbedaan penggajian karyawaan berdasarkan tingkatan perusahaan. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi pengetahuan tambahan bagi kalian yang penasaran dengan sistem penggajian karyawaan.