Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak Karyawan dan DPP
menghitung penghasilan kena pajak tidak sembarangan. Sudah ada ketentuan yang dijadikan patokan dalam penghitungannya. PKP atau penghasilan kena pajak merupakan salah satu aspek yang digunakan dalam penghitungan PPh atau pajak penghasilan.
Pihak yang dikenai pajak atau pungutan wajib bukan hanya perusahaan atau pemilik bisnis saja, tapi juga individu, termasuk karyawan. Seseorang wajib membayar pungutan saat jumlah penghasilannya melebihi batas PTKP.
PTKP merupakan penghasilan tidak kena pajak. Jadi, kewajiban membayar pajak ini memang mempunyai batas minimal penghasilan. Mengenai cara menghitung PKP dan DPP (dasar pengenaan pajak), bisa kamu simak pada penjelasan berikut.
Inilah Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak Karyawan Sesuai UU
Menghitung penghasilan kena pajak bagi para karyawan, sudah diatur sedemikian rupa dalam Undang-Undang. Pengaturannya dalam UU nomor 36 yang dikeluarkan pada tahun 2008 pasal 17 mengenai pajak penghasilan.
Dalam pasal tersebut diuraikan mengenai ketentuan PKP bagi WP atau wajib pajak pribadi, Ketentuan ini sudah diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori sesuai jumlah pendapatan serta kepemilikan NPWP.
Lapisan PKP sebesar Rp. 50.000.000 dalam satu tahun, persentase pajak 5% bagi pemilik NPWP, untuk yang tidak 6%. Lebih dari Rp. 50.000.000 – Rp. 250.000.000, persentase 15% bagi pemilik NPWP, untuk yang tidak 18%.
Lebih dari Rp. 250.000.000 – Rp. 500.000.000, persentase 25% bagi pemilik NPWP, yang tidak 30%. Menghitung penghasilan kena pajak di atas Rp. 500.000.000, persentase 30% pemilik NPWP dan 36% bagi yang tidak.
Jadi, semakin besar jumlah pendapatan, maka akan semakin besar juga pungutan yang harus dibayarkan. Persentase tersebut hanya berlaku untuk perorangan atau individu. Sedangkan untuk badan memiliki persentase sebesar 25%.
UU mengatur PKP bagi WP dalam negeri serta bentuk usaha tetap tercantum dalam pasal 6. Penghitungan PKP ini berasal dari penghasilan bruto yang sudah dikurangi biaya tertentu. Seperti penjualan mengalami rugi, operasional usaha, rugi akibat selisih kurs mata uang dan lainnya
Jadi, bisa dikatakan bahwa menghitung penghasilan kena pajak bukan nilai yang kamu dapatkan keseluruhan. Tapi, sudah dikurangi dengan biaya lainnya sesuai kebutuhan. Dalam pasal 6 tersebut juga mengatakan bahwa WP memiliki hak memperoleh kompensasi.
Yaitu saat mengalami kerugian sesudah terpotong pendapatan bruto. Kompensasi atas kerugian ini diberikan pada tahun pajak selanjutnya, berturut-turut sampai waktu 5 tahun. Untuk WP pribadi, penghitungan PKP dapat dikurangi dengan PTKP.
Penjelasan Singkat DPP atau Dasar Pengenaan Pajak bagi Karyawan
Untuk sebuah perusahaan, terutama pihak yang diberi tanggung jawab menghitung penghasilan kena pajak, memahami DPP itu penting dilakukan. Ketentuan besar potongannya berbeda antara karyawan tetap dengan tidak.
Untuk pegawai tetap, DPP pengurangan antara jumlah penghasilan bruto dengan 3 jenis biaya. Pertama biaya jabatan senilai 5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp. 500.000 dalam satu bulan atau Rp. 6.000.000 dalam satu tahun.
Kedua, iuran dana pensiun yang dibayarkan oleh karyawan dan ketiga, PTKP. Bagi karyawan tidak tetap yang mendapatkan gaji pada kurun waktu tertentu, dengan penerimaan penghasilan kumulatif kurang dari Rp. 4.500.000 dalam satu bulan, tidak ada pemotongan.
Sedangkan untuk menghitung penghasilan kena pajak pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan kumulatif hingga dan tidak lebih dari Rp. 4.500.000, dikurangi sejumlah Rp. 450.000.
Bagi pegawai tidak tetap pendapatan kumulatif lebih dari Rp. 4.500.000 hingga mencapai Rp. 10.200.000, dikurangi dengan PTKP yang sebenarnya. Maksudnya, PTKP sesuai jumlah hari kerja yang sebenarnya. Perolehannya dari nilai PTKP dibagi dengan 360 hari.
Terakhir, pegawai tidak tetap penerima upah lebih dari Rp. 10.200.000 dalam kurun waktu satu bulan, penghitungannya pendapatan satu tahun dikurangi PTKP satu tahun.
Cara Penghitungan Dasar Pengenaan PKP Beserta Contohnya
Dalam penghitungan pungutan wajib, aspek satu dengan lainnya saling berkaitan. Agar lebih mudah dalam menghitung penghasilan kena pajak beserta PKP, kami akan memberikan beberapa contoh.
Contoh pertama, WP yang mempunyai PKP tidak lebih dari Rp. 50.000.000. Misalnya Budi merupakan pegawai tetap, penghasilannya per bulan Rp. 7.000.000. Sudah bekerja lebih dari satu tahun dan belum menikah. Berikut rincian proses penghitungan DPP.
- Pendapatan bruto dalam waktu satu tahun 12 x 7.000.000 = 84.000.000
- Besar biaya jabatan 5% x 84.000.000 = 4.200.000
- Pendapatan sesudah dikurangkan 84.000.000 – 4.200.000 = 79.800.000
- PKP 79.800.000 – PTKP (54.000.000 karena belum menikah) = 25.800.000
Besarnya PPh 21 sebesar 5% (karena PKP tidak lebih dari 50.000.000) x 25.800.000 = 1.290.000. Penting dipahami, persentase ini disesuaikan dengan jumlah PKP. Sudah ada ketentuan resminya sesuai aturan pemerintah.
Contoh kedua menghitung penghasilan kena pajak, WP yang mempunyai PKP lebih dari Rp. 50.000.000. Misalnya Andi merupakan pegawai tetap, penghasilannya per bulan Rp. 11.000.000 dan belum menikah. Proses penghitungan DPP sebagai berikut.
- Pendapatan bruto dalam waktu satu tahun 12 x 11.000.000 = 132.000.000
- Besar biaya jabatan 5% x 132.000.000 = Rp. 6.600.000
- Pendapatan sesudah dikurangkan 132.000.000 – 6.600.000 = 125.400.000
- PKP 125.400.000 – PTKP (54.000.000 karena belum menikah) = 71.400.000
Besarnya PPh 21 senilai 5 % dan 15% (karena PKP lebih dari Rp. 50.000.000. Cara menghitungnya berbeda dengan sebelumnya. Ada tiga langkah, pertama, mengkalikan 50.000.000 dengan 5%, hasilnya Rp. 2.500.000.
Kemudian mengkalikan 15% dengan pengurangan sisa (71.400.000 – 50.000.000 = 21.400.000), hasilnya Rp. 3.210.000. Dilanjutkan dengan penjumlahan keduanya, 2.500.000 + 3.210.000 = 5.710.000.
Penghitungannya yang cukup rumit, membutuhkan banyak waktu. Apalagi bila karyawan yang dimiliki jumlahnya banyak, puluhan bahkan ratusan. Tidak heran bila akhirnya banyak pemilik bisnis memilih menghitung penghasilan kena pajak ini menggunakan software khusus.